Petugas Haji Kloter 1 Embarkasi Banjarmasin 2010

Ketua Kloter (TPHI) : Drs.H.Munadi Sutera Ali, M.M.Pd. Pembimbing Ibadah : H.Sarmadi Mawardi,Lc.,S.Pd.I Dokter (TKHI) : dr.Hj.Nor Salehah Paramedis (TKHI) : H. Irpani,S.Kep Paramedis (TKHI) : H.Gunawan,S.ST. TPHD : Drs.H.Gazali Rahman,M.Si

Senin, 18 April 2011

Kenangan Kenangan Mereka Pada Sang Kiyai

MENGENANG KIAI HAJI IDHAM CHALID
Tiara Zeva Hapsari
BOGOR, DETIKPOS.net – Meninggalnya Kiai Haji Idham Chalid merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia, yang telah memberi warna perjalanan bangsa melalui kiprahnya baik semasa Orde Lama maupun Orde Baru.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fatah Ciomas, Kabupaten Bogor, KH Saeful Millah Hasbi, Minggu (11/7/2010), mengatakan, pengabdian terbesar diberikan oleh Idham kepada bangsa ini melalui kiprahnya di Nahdlatul Ulama (NU).
Idham tercatat menakhodai ormas Islam terbesar di Indonesia itu selama 28 tahun mulai 1956 hingga 1984. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tahun 1972-1977.
Saat memimpin NU, Idham merupakan tokoh kunci dalam berbagai fase krusial perjalanan yang dilalui Indonesia. Bahkan ia menjadi tokoh kunci dalam fase-fase genting yang dijalani Indonesia.
Saat muda Idham ikut berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi, yang telah diduduki selama 350 tahun lamanya. Begitu juga saat terjadinya peristiwa revolusi fisik yaitu transisi dari era penjajahan ke kemerdekaan, Idham menjadi salah satu tokoh pelaku sejarah.
Idham juga berada di pusat pusaran peristiwa saat penumpasan pemberontakan PKI tahun 1965-1966. “Saat itu NU berhadap-hadapan secara langsung dalam konfrontasi dengan PKI,” ujarnya.
Saat Orde Baru berkuasa, ketika semua orang dihantui rasa takut oleh rezim militer yang bertahta selama 32 tahun, Idham pun menjadi tokoh kunci percaturan nasional baik melalui NU maupun melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berdiri tahun 1975.
Menurut Saeful Millah, pengabdian tanpa pamrih dan sumbangan besar yang diberikan Kiai Idham kepada bangsa ini, patut diapresiasi bersama baik oleh masyarakat maupun negara. “Wafatnya Kiai Idham merupakan kehilangan besar bagi bangsa ini,” ujar Saeful Millah.
Hal senada diutarakan oleh Nailul Abrar, aktivis Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Institut Pertanian Bogor (IPB). Dia mengatakan, Kiai Idham merupakan tokoh besar yang pernah dimiliki bangsa ini. “Kiai Idham merupakan salah satu putra terbaik yang dilahirkan NU. Beliau sebagai salah satu pemimpin besar yang pernah dimiliki Indonesia,” ungkapnya. [kmp/ris
( Sumber : http://magazindo.com )

PROFIL TOKOH
KH. IDHAM CHALID, ULAMA & POLITISI PELAKU FILOSOFI AIR


KH Idham Chalid kelahiran Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921, seorang ulama dan politikus pelaku filosofi air. Dia seorang tokoh Indonesia yang pernah menjadi pucuk pimpinan di lembaga eksekutif, legislatif dan ormas (Wakil Perdana Menteri, Ketua DPR/MPR, dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama). Juga pernah memimpin pada tiga parpol berbeda yaitu Masyumi, NU dan PPP.

Laksana air, peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, ini seorang tokoh nasional, yang mampu berperan ganda dalam satu situasi, yakni sebagai ulama dan politisi. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada tradisi dan prinsip Islam yang diembannya. Demikian pula sebagai politisi, ia mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis, bahkan pragmatis.

Dengan sikap dan peran ganda demikian, termasuk kemampuan mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika itu, ulama dari Madrasah Pondok Modern Gontor, ini tidak kuatir mendapat kritikan dan stereotip negatif sebagai tokoh yang tidak mempunyai pendirian, bunglon bahkan avonturir.

Peran ganda dan kemampuan beradaptasi dan mengakomodir itu kadang kala membuat banyak orang salah memahami dan mendepksripsi diri, pemikiran serta sikap-sikap socio-polticnya.

Namun jika disimak dengan seksama, sesungguhnya KH Idham Chalid yang berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan bangsa.

Dengan visi perjuangan seperti itu, pemimpin NU selama 28 tahun (1955-1984), itu berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan Ormas radikal.

Sebagaimana digambarkannya dalam buku biografi berjudul "Idham Chalid: Guru Politik Orang NU" yang ditulis Ahmad Muhajir (Penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Juni 2007) bahwa seorang politisi yang baik mestilah memahami filosofi air.

"Apabila air dimasukkan pada gelas maka ia akan berbentuk gelas, bila dimasukkan ke dalam ember ia akan berbentuk ember, apabila ia dibelah dengan benda tajam, ia akan terputus sesaat dan cepat kembali ke bentuk aslinya. Dan, air selalu mengalir ke temapat yang lebih rendah. Apabila disumbat dan dibendung ia bisa bertahan, bergerak elastis mencari resapan. Bila dibuatkan kanal ia mampu menghasilkan tenaga penggerak turbin listrik serta mampu mengairi sawah dan tanaman sehingga berguna bagi kehidupan makhluk di dunia. (Hal 55)

Sebagai ulama dan politisi pelaku filosofi air, Idham Chalid dapat berperan sebagai tokoh yang santun dan pembawa kesejukan. Apresiasi ini sangat mengemuka pada acara peluncuran buku otobiografi: "Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab Politik NU dalam Sejarah", di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis 6 Maret 2008.

Buku otobiografi Idham Chalid itu diterbitkan Yayasan Forum Indonesia Satu (FIS) yang dipimpin Arief Mudatsir Mandan, yang juga anggota Komisi I DPR dari PPP, juga selaku editor buku tersebut. Idham Chalid sendiri tengah terbaring sakit di rumahnya Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.

“Saya kira tidak ada tokoh yang bisa seperti beliau. Ketokohannya sangat menonjol, sehingga pernah memimpin partai politik pada tiga parpol berbeda yaitu Masyumi, NU dan PPP,” kata Wapres Jusuf Kalla mengapresiasi sosok Idham Chalid, saat memberi sambutan pada acara peluncuran buku tersebut.

”Beliau itu moderat, bisa diterima di ’segala cuaca’, berada di tengah, oleh sebab itu ia bisa diterima di mana-mana. Ia berada di tengah titik ekstrem yang ada,” ujar Kalla dihadapan sejumlah undangan, antara lain Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua DPR Agung Laksono, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, dan sejumlah anggota kabinet dan DPR.

Menurut Jusuf Kalla, sikapnya yang moderat hanya bisa dijalankan oleh orang yang santun. "Hanya orang santunlah yang bisa bersikap moderat,” puji Jusuf Kalla untuk menegaskan bahwa Idham Chalid merupakan sosok ulama dan politisi yang moderat dan santun. Itulah sebabnya, ia bisa diterima di berbagai era politik dan kepemimpinan bangsa.

Menurut Wapres, jika berada di titik yang sama ekstremnya, maka selain demokrat, sosok politik orang yang menjalani itu sudah pasti santun. ”Karena itu, sikap yang santun bisa menjaga suasana kemoderatan,” katanya.

Idham Chalid yang memulai karir politik dari anggota DPRD Kalsel, seorang ulama karismatik, yang selama 28 tahun memimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada era pemerintahan Soekarno, Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial pada era pemerintahan Soeharto dan mantan Ketua DPR/MPR. Idham juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi, Pendiri/Ketua Partai Nahdlatul Ulama dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara itu, editor buku, Arief Mudatsir Mandan, mengemukakan, Idham Chalid satu-satunya Ketua Umum PBNU yang paling lama dan bukan ”berdarah biru” NU. Menurutnya, selama kepemimpinan Idham, NU tidak pernah bergejolak. Kendati ia sering dinilai lemah, tetapi sebenarnya itulah strateginya sehingga bisa diterima berbagai zaman,” ujar Arief Mudatsir Mandan.
( Sumber : http://www.fauzibowo.com )

SBY KIRIM KARANGAN BUNGA BELASUNGKAWA UNTUK KH IDHAM CHALID

(Vibizdaily - Nasional) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan ucapan bela sungkawa atas wafatnya mantan Ketua DPR/MPR KH Idham Chalid. Ucapan itu disampaikan melalui karangan bunga yang dikirimkan ke kediaman almarhum.

Dari pantauan, Minggu (11/7) di kediaman almarhum Komplek Perguruan Daarul Ma'arif, Jl RS Fatmawati, Cipete, Jaksel, nampak karangan bunga kiriman SBY sudah tiba. Ucapan bela sungkawa dituliskan atas nama SBY dan Ibu Ani Yudhoyono.

Selain itu, ada juga karangan bunga dari pejabat lainnnya. Seperti Menteri Agama sekaligus Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Gubernur Kalimantan Selatan Ruddy Arifin.

Idham meninggal pada usia 88 tahun karena sakit. Mantan Presiden PPP (sekarang Ketua Umum PPP) tahun 1973 dan ketua umum PBNU 3 periode ini meninggalkan 16 anak dan 40 cucu serta 1 cicit
( Sumber : http://vibizdaily.com )

MANTAN KETUA DPR/MPR IDHAM CHALID TUTUP USIA
Tiara Zeva Hapsari

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Idham Chalid meninggal dunia. Idham meninggal di usia 88 tahun.
“PPP turut berduka cita atas meninggalnya Bapak KH Idham Chalid,” kata Sekjen PPP Irgan Chairil Mahfidz kepada detikcom, Minggu (11/7/2010).
Idham menghembuskan nafas terakhir di kediamannya di Cipete, Jakarta Selatan pukul 08.00 WIB.
Idham adalah mantan Ketua Umum PPP dan pernah menjabat Ketua DPR/MPR tahun 1971-1977. [detik
( Sumber : http://magazindo.info )

Jenazah KH Idham Chalid Mantan Menko Kesra Dimakamkan

KESRA -- 13 JULI 2010: Jenazah mantan Menko Kesra tahun 1966 – 1968 yang juga mantan WakilPerdana Menteri, mantan Ketua MPR/DPR, dan mantan Ketua UmumTanfidziah PBNU KH Idham Chalid, Senin (12/7) siang dimakamkan dikompleks makam keluarga Pondok Pesantren Darul Quran CisaruaBogor.

Upacara pemakaman kenegaraan dipimpin oleh inspektur upacara Menteri Agama Suryadharma Ali.

Jenazah salah satu tokoh yang hidup di tiga jaman, yaitu era Soekarno, Era Soeharto maupun era Reformasi itu diberangkatkan dari rumah duka di kawasan Cipete Jakarta Selatan,pukul 10:00 WIB dan tiba di Cisarua pukul 11:00 WIB, sementara prosesi pemakaman dilangsungkan mulai pukul 12:00 WIB.

Menteri Agama selaku perwakilan dari negara, memulai upcara persada, yaitu upacara menandai dimakamkannya salah satu putera terbaik bangsa, dan diikuti kemudian oleh tembakan salvo dan lagu gugur bunga saat jenazah diturunkan ke liang lahat.

Sekitar 1.000 pelayat hadir dalam upacara pemakaman tersebut.Sebelum dimakamkan, jenazah sempat disholatkan di masjid yang berada di kompleks pondok pesantren tersebut.

Bendera merah putih yang menyelubungi keranda jenazah kemudiandilipat dan diberikan kepada anggota keluarga KH Idham Chalid setelah jenazah diturunkan ke liang lahat.

KH Idham Chalid meninggal pada usia 88 tahun, Minggu (11/7),karena sakit.

Sejumlah tokoh agama maupun tokoh politik merasa kehilangan atas kepergian tokoh yang memiliki rekam jejak di bidang politik dankeagamaan itu. (ANT/gs)
( Sumber : http://www.menkokesra.go.id )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar